Restitusi PPN adalah pengajuan pengembalian pembayaran pajak oleh PKP kepada Pemerintah melalui DJP. Pengembalian ini hanya dapat dilakukan jika jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak yang terutang atau PKP melakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Tata cara pengembalian PPN dapat diajukan dengan menggunakan SPT Masa PPN atau dengan membuat surat permohonan sendiri kemudian diajukan ke DJP.

Pengertian Restitusi PPN
Istilah pengembalian dalam dunia perpajakan mengacu pada permintaan pengembalian pembayaran pajak yang diajukan oleh wajib pajak kepada negara. Dasar pengajuan restitusi adalah kelebihan pembayaran yang dialami wajib pajak.
Sedangkan restitusi PPN merupakan pengajuan pengembalian pembayaran pajak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP). Restitusi PPN hanya dapat diajukan jika jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak yang terutang atau PKP melakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Namun dengan catatan PKP tidak memiliki utang pajak lainnya.
Prosedur Restitusi PPN
Berdasarkan petunjuk resmi, tata cara pengembalian PPN atau pengembalian kelebihan pembayaran PPN adalah sebagai berikut:
-
PKP dapat mengajukan pengembalian PPN dengan menggunakan:
-
Isi SPT Masa PPN dengan memberi tanda silang pada kolom Dikembalikan (Restitusi).
-
Apabila kolom pengembalian (restitusi) pada SPT Masa PPN tidak diisi atau tidak mencantumkan permohonan pengembalian kelebihan pajak, maka PKP dapat membuat sendiri surat permohonannya.
-
-
PKP dapat mengajukan restitusi PPN ke Direktorat Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat PKP dikukuhkan.
-
Setelah dilakukan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Pajak, diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) dalam hal:
-
Jumlah kredit pajak jauh lebih besar dari jumlah pajak yang terutang atau PKP melakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Apabila ada utang pajak yang dipungut oleh pemungut PPN, maka jumlah pajak yang terutang adalah jumlah pajak keluaran dikurangi pajak masukan atau pajak yang dipungut oleh pemungut PPN.
-
-
SKPPKP diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak paling lama 12 bulan/1 tahun setelah permohonan secara lengkap diajukan dan diterima, kecuali untuk kegiatan tertentu yang telah ditetapkan berdasarkan keputusan Direktorat Jenderal Pajak.
-
Apabila dalam waktu 12 bulan sejak permohonan restitusi PPN, Direktorat Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan, maka permohonan restitusi PPN dikabulkan dan SKPPKP diterbitkan paling lama 1 bulan setelah masa berlaku berakhir.
Baca Juga: Seluk Beluk Restitusi PPN
Dasar Hukum Prosedur Restitusi PPN
Prosedur-prosedur yang telah diuraikan secara jelas di atas tentunya berdasarkan landasan hukum yang berlaku. Nah, berikut dasar hukum prosedur pengembalian PPN:
- Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU COGS).
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan PPN/PPnBM.
Permohonan Restitusi Hanya Dapat Diajukan pada Akhir Tahun Anggaran
PKP hanya dapat mengajukan pengembalian kelebihan pembayaran PPN/pengembalian PPN pada akhir tahun buku.
- Apabila dalam suatu masa pajak, pajak masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada pajak keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat dikompensasikan pada masa pajak berikutnya.
- PKP dapat mengajukan pengembalian kelebihan pembayaran PPN/PPN pada akhir tahun buku. Berbeda dengan PKP perorangan yang dibebaskan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan, pengertian tahun buku pada poin sebelumnya adalah tahun kalender.
Kriteria Penelitian Restitusi PPN
PKP yang lolos penelitian yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak berdasarkan kriteria sebagai berikut:
- PKP dengan kriteria tertentu yang dimaksud adalah PKP yang memenuhi Pasal 17C dan 17D UU KUP, yaitu wajib pajak dengan kriteria wajib pajak patuh.
- Bukan PKP berisiko rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Ayat (4c) UU PPN.
Baca Juga: Percepatan Restitusi PPN Bagi Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu
PKP Berisiko Rendah Tidak Akan Mendapatkan SKPPKP
Penerbitan SKPPKP ini dapat terjadi jika:
- Hasil kajian menyatakan bahwa PKP tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Ayat (4b) huruf a, b, c, d, dan e UU PPN.
- Hasil penelitian menyatakan bahwa tidak terdapat lebih bayar PPN pada PKP.
- Lampiran surat pemberitahuan tidak lengkap dan terdapat kesalahan pembayaran pajak.
PKP berisiko rendah yang SKPPKP-nya tidak dapat diterbitkan harus mendapat pemberitahuan tertulis dengan menggunakan formulir lampiran PMK-72/PMK.03/2010 dan permohonan pengembalian kelebihan pajak. Proses tersebut dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 17B UU KUP.
Untuk kemudahan pengelolaan faktur pajak hingga dokumen transaksi bisnis, gunakan aplikasi OnlinePajak. Sebagai mitra resmi DJP, OnlinePajak menyediakan berbagai jenis layanan dan fitur yang memudahkan PKP dalam mengelola transaksi bisnis dan melakukan kepatuhan perpajakan sehingga mengoptimalkan proses bisnis.
Referensi
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.03/2010