PPN Masukan: Pengertian, Dasar Hukum dan Pengecualian Pengkreditan

PPN Masukan adalah PPN yang dikenakan pada saat PKP membeli KBP/JKP. Besarnya PPN masukan yang dicatat pada akhir masa pajak dapat mempengaruhi pembayaran PPN. Misalnya, jika PKP memiliki PPN masukan yang lebih besar dari PPN keluaran, berarti PKP dianggap telah membayar PPN lebih banyak sehingga dapat dikompensasi pada masa pajak berikutnya.

SPT Tahunan 2021: Hal yang Harus Diperhatikan Saat Melaporkan Pajak

Pengertian PPN Masukan

PPN masukan atau disebut juga dengan pajak masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dikenakan pada saat Pengusaha Kena Pajak (PKP) melakukan pembelian Barang/Jasa Kena Pajak (BKP/JKP).

Keberadaan PPN masukan tidak terlepas dari prosedur umum PPN yang mewajibkan PKP untuk mengkreditkan atau mengurangi PPN keluaran atau pajak keluaran dan PPN masukan. Apabila PPN masukan lebih besar dari PPN keluaran, berarti PKP yang bersangkutan membayar PPN lebih besar dari pada memungut PPN.

Apabila selisih antara PPN keluaran dan PPN masukan ternyata lebih besar dari PPN masukan, maka kelebihan pembayaran PPN tersebut dapat dikompensasi pada masa pajak berikutnya atau PKP juga dapat mengajukan pengembalian atau pengembalian pada akhir tahun anggaran.

Dasar Hukum Pengkreditan PPN Masukan

Seperti disebutkan sebelumnya, PKP wajib mengkreditkan PPN masukan dengan PPN keluaran, untuk mengetahui apakah PKP tersebut kelebihan bayar atau kurang bayar PPN.

Dasar hukum kegiatan pengkreditan PPN Masukan adalah Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) atau biasa dikenal dengan UU PPN dan PPnBM.

Dasar hukum utama yang mendasari pengkreditan PPN masukan adalah Pasal 9 Ayat (2) yang menyatakan bahwa PPN masukan dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan PPN keluaran dalam masa pajak yang sama.

Pasal 9 UU PPN dan PPnBM secara keseluruhan mengatur perlakuan terhadap PPN masukan, mulai dari perlakuan standar pengkreditan PPN masukan, dalam artian PPN masukan untuk PKP secara umum, sampai dengan perlakuan khusus bagi PKP yang PPN masukannya memenuhi kriteria tertentu.

Baca Juga: Cara Mengkompensasi PPN Lebih Bayar

Syarat dan Batas Waktu Pengkreditan PPN Masukan

Agar PPN Masukan dapat dikreditkan untuk masa pajak yang sama, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dan berlaku untuk semua bidang usaha. Kondisi tersebut meliputi:

  1. Tercantum dalam Faktur Pajak yang lengkap atau dokumen tertentu yang diperlakukan sama dengan Faktur Pajak.
  2. Berkaitan langsung dengan kegiatan bisnis. Artinya, pengeluaran yang dilakukan oleh PKP untuk hal-hal di luar kegiatan usaha.

Sedangkan batas waktu untuk PPN masukan sebagaimana diatur dalam UU PPN dan PPnBM adalah 3 bulan setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan.

Hal ini diatur dalam Pasal 9 Ayat (9) UU PPN dan PPnBM yang secara khusus menyebutkan:

Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang telah tidak dibebankan sebagai beban dan belum diaudit“.

Penetapan tenggang waktu 3 bulan setelah masa pajak yang bersangkutan tidak terlepas dari kemungkinan adanya kesalahan dalam penulisan tagihan. Misalnya, faktur pajak PKP penjual tidak dikirimkan ke PKP pembeli, sehingga PKP pembeli belum bisa mengkreditkan PPN masukan.

Baca Juga : Kredit Faktur Pajak Masukan

Pengecualian Kredit PPN Masukan

PPN Masukan idealnya dapat dikreditkan, namun ada beberapa PPN masukan yang ternyata tidak dapat dikreditkan. PPN Masukan tidak dapat dikreditkan dengan PPN keluaran hanya untuk penyerahan atau pengeluaran sebagai berikut:

  1. Akuisisi BKP/JKP yang dilakukan sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP.
  2. Pengambilalihan BKP/JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha.
  3. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali barang dagangan atau disewakan.
  4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Barang Kena Pajak dari luar daerah pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pejabat Barang Kena Pajak.
  5. Memperoleh BKP/JKP yang faktur pajaknya tidak memenuhi persyaratan atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pembeli BKP/JKP.
  6. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Barang Kena Pajak dari luar daerah pabean yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan.
  7. Akuisisi BKP/JKP yang pajak kedoknya ditagih dengan menerbitkan surat ketetapan pajak.
  8. Perolehan BKP/JKP yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN yang ditemukan pada saat dilakukan pemeriksaan.
  9. Perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Barang Kena Pajak sebelum produksi Barang Kena Pajak.

Selain 9 kriteria di atas, PPN masukan yang tidak dapat dikreditkan untuk PPN masukan terkait dengan BKP/JKP yang mendapat fasilitas pembebasan PPN. Walaupun BKP/JKP berstatus bebas PPN, bukan berarti tidak ada PPN, tetapi PPN yang ada tidak dipungut.

PKP yang selama suatu masa pajak melakukan penyerahan yang terutang PPN dan penyerahan yang tidak terutang PPN hanya dapat mengkreditkan PPN masukan terhadap penyerahan yang terutang PPN. Bagian penyerahan yang terutang pajak harus diketahui secara pasti dari pembukuan PKP.

Kelola faktur pajak dan PPN untuk transaksi bisnis dengan aplikasi bisnis OnlinePajak. Sebagai mitra resmi DJP, OnlinePajak menyediakan berbagai jenis layanan dan fitur yang memudahkan PKP dalam mengelola transaksi bisnis dan melakukan kepatuhan perpajakan sehingga mengoptimalkan proses bisnis.

Referensi:

  • Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *