Peredaran Bruto WP Badan & Biaya Pengurang Penghasilan Bruto

Peredaran bruto merupakan salah satu komponen dalam menghitung Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan. Mengetahui peredaran bruto Wajib Pajak badan, cara menghitung dan ketentuan pemotongan penghasilan bruto dalam SPT Tahunan PPh Badan.

Namun, definisi peredaran bruto setiap tahun pajak dalam penghitungan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPT) Badan berbeda-beda karena adanya perubahan peraturan perpajakan.

Jadi jika anda ingin menghitung PPh Badan sebaiknya memahami pengertian Perputaran Bruto Wajib Pajak Badan agar tidak salah dalam melakukannya perhitungan pajak penghasilan Tubuh.

Untuk lebih jelasnya, lihat evaluation dari Mekari Klikpajak pengikut.


Mekari Klikpajak adalah penyedia layanan aplikasi pajak on line accomplice resmi DJP yang berkomitmen membantu dunia usaha mencapai #Menggerakkan Pertumbuhan Bisnis setiap perusahaan.

Klikpajak hadir untuk memenuhi kebutuhan Anda dalam mengembangkan bisnis melalui bekal sistem pendukung perpajakan elektronik yang terintegrasi dengan akuntansi on line Jurnal.id, dan didukung oleh sistem Antarmuka Pemrograman Aplikasi (API), seperti API e-Faktur dan API eBupot yang membuat pengelolaan pajak bisnis lebih praktis.

Saya ingin mencoba Klikpajak free of charge sekarang!


Definisi Peredaran Bruto

Yang dimaksud dengan peredaran bruto adalah semua penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha sebelum dikurangi biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan/pengusaha.

Sedangkan pengertian peredaran bruto Wajib Pajak Badan berdasarkan ketentuan perpajakan dan peraturan perundang-undangan perpajakan terbagi menjadi dua, yaitu:

  1. Peredaran bruto berdasarkan Pasal 17 dan 31E UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
  2. Peredaran Bruto berdasarkan PP No. 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan Dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Dengan Peredaran Bruto Tertentu

PP 23/2018 ditujukan untuk Wajib Pajak badan tertentu, dalam hal ini memiliki peredaran bruto tidak lebih dari Rp4,8 miliar setahun.

Tarif dalam PP 23/2018 merupakan tarif PPh Remaining sebesar 0,5% yang ditujukan untuk UKM (Usaha Kecil Menengah).

Namun Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberikan keringanan bagi Wajib Pajak badan yang peredaran brutonya lebih dari Rp4,8 miliar tetap dapat menikmati fasilitas tarif PPh dalam PP 23/2018 dengan masa berlaku terbatas.

Baca juga: Ingat! Wajib Pajak Badan PT Tidak Bisa Pakai PPh Remaining 0,5% Mulai 2021

Berikut penjelasan mengenai pengertian peredaran bruto berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya:

A. Peredaran Bruto Wajib Pajak Badan Berdasarkan UU 36/2008

Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2008, peredaran bruto adalah semua penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha sebelum dikurangi biaya-biaya untuk memperoleh, menagih, dan memelihara penghasilan, baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia.

Penghasilan tersebut meliputi:

  • Penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan Remaining
  • Penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan Tidak Remaining
  • Penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak penghasilan

Peredaran bruto berdasarkan Pasal 17 dan 31E UU No. 36 Tahun 2008 digunakan untuk menghitung besarnya Pajak Penghasilan Badan yang terutang bagi Wajib Pajak Badan yang tidak termasuk dalam kriteria PP 23/2018.

Contoh,

PT AAA adalah WP Perseroan Terbatas (PT) dengan peredaran bruto Tahun Buku 2022 sebesar Rp8.000.000.000,-. Ini termasuk kategori UKM.

Sebagaimana dijelaskan di atas, artinya PT AAA tidak termasuk yang dapat menggunakan PPh Remaining PP 23/2018. Jadi, untuk SPT Tahunan PPh Badan 2023, pajak penghasilan dihitung berdasarkan Pasal 17 dan 31E UU 36/2008.

Baca juga: Tarif Pajak Penghasilan Badan dan Tarif PPh Perusahaan Terbuka itu Beda

B. Peredaran Bruto Wajib Pajak Badan Berdasarkan PP 23 Tahun 2018

Berdasarkan PP No. 23 Tahun 2018, Omzet Bruto adalah penghasilan atau omzet atau penghasilan bruto dari suatu usaha, tidak termasuk:

1. Penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas (khusus bagi Wajib Pajak Badan berbentuk CV atau Firma yang dibentuk oleh beberapa Wajib Pajak Orang Pribadi yang mempunyai keahlian khusus dalam memberikan jasa yang sejenis dengan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas).

2. Penghasilan selain usaha atau penghasilan non usaha/pendapatan lain.

3. Penghasilan dari usaha yang dikenai Pajak Penghasilan ultimate berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

4. Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri.

5. Penghasilan yang dikecualikan sebagai obyek pajak penghasilan yang bukan merupakan obyek pajak penghasilan.

Peredaran Bruto mengikuti PP 23/2018 digunakan untuk menghitung Pajak Penghasilan Badan, dengan rincian sebagai berikut:

1. Peredaran bruto dengan pengertian ini digunakan untuk melihat apakah peredaran bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000

2. Apabila Peredaran Bruto Tahun Pajak berjalan tidak melebihi Rp4.800.000.000,- maka penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk masa pajak Januari-Desember tahun berikutnya dihitung sebagai Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2), yaitu sebesar 0,5% dari Peredaran Bruto dengan Kode Jenis Setoran Pajak (KJS) 411128-420 (PPh Pasal 4 ayat 2).

3. Apabila Peredaran Bruto Tahun Pajak berjalan berjumlah lebih dari Rp4.800.000.000, maka penghitungan PPh badan tahun berikutnya mengacu pada Pasal 17 dan 31E UU 36/2008.

Baca Juga: Ketahui objek dan subjek yang dikecualikan dari pajak penghasilan

Perputaran Bruto Wajib Pajak Badan dan Biaya Pengurangan Penghasilan Bruto

Contoh Perhitungan Peredaran Bruto Wajib Pajak Badan

Setelah mengetahui pengertian dasar peredaran bruto yang digunakan oleh Wajib Pajak Badan sesuai dengan standing usahanya, langkah selanjutnya adalah cara menghitungnya.

Berikut adalah contoh cara menghitung PPh badan dengan peredaran bruto wajib pajak badan dari masing-masing dasar peraturan:

A. Contoh Hitung Peredaran Bruto Sesuai UU 36/2008

PT AAA merupakan perusahaan yang bergerak di bidang Jasa Pariwisata dan Produksi Tekstil. PT AAA telah terdaftar sebagai Wajib Pajak Badan sejak 25 November 2021.

Peredaran bruto yang berasal dari penjualan tiket perjalanan dan produk tekstil tahun 2022 sebesar Rp 10.520.670.000.

Karena penghasilannya lebih dari Rp 4,8 miliar setahun, PT AAA wajib menghitung PPh Badan Tahun Pajak 2022 berdasarkan Pasal 17 dan 31E UU No. 36/2008.

Rincian penghasilan PT AAA Tahun Pajak 2022:

1. Pendapatan dari penjualan tiket pesawat = Rp 5.110.250.000
2. Penjualan pakaian = Rp 3.310.310.000
3. Penjualan lainnya termasuk aksesoris = Rp 2.100.110.000

Dengan demikian perhitungan peredaran bruto usaha PT AAA pada Tahun Buku 2022 adalah sebagai berikut:

1. Pendapatan dari penjualan tiket pesawat = Rp 5.110.250.000
2. Penjualan pakaian = Rp 3.310.310.000
3. Penjualan lainnya termasuk aksesoris = Rp 2.100.110.000 (+)
Sirkulasi Kotor:
Jumlah = Rp 10.520.670.000

B. Contoh Hitung Peredaran Bruto Sesuai PP 23/2018

PT BBB adalah perusahaan yang bergerak di bidang Jasa Katering dan Penjualan Peralatan Rumah Tangga. PT BBB telah terdaftar sebagai Wajib Pajak Badan pada tanggal 25 November 2021.

Peredaran bruto Tahun Anggaran 2022 dari usaha katering dan penjualan perlengkapan rumah tangga adalah Rp4.550.000.000,-.

Karena penghasilannya kurang dari Rp4,8 miliar setahun, untuk Tahun Pajak 2022 PT AAA dapat menghitung PPh Badan berdasarkan PP 23/2018.

Perincian penerimaan PT BBB Tahun Pajak 2022:

1. Penghasilan dari usaha jasa catering = Rp 2.500.000.000
2. Penjualan perlengkapan rumah tangga = Rp 1.050.000.000
3. Penjualan lainnya termasuk dekorasi rumah = Rp 1.000.000.000

Dengan demikian perhitungan peredaran bruto usaha PT BBB pada Tahun Buku 2021 adalah sebagai berikut:

1. Penghasilan dari usaha jasa catering = Rp 2.500.000.000
2. Penjualan perlengkapan rumah tangga = Rp 1.050.000.000
3. Penjualan lainnya termasuk dekorasi rumah = Rp 1.000.000.000 (+)
Sirkulasi Kotor:
Jumlah = Rp4.550.000.000

Biaya Pengurangan Pendapatan Kotor atau Perputaran Kotor

Di Indonesia, besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Dalam Negeri dan BUT ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk memperoleh, memungut, dan memelihara penghasilan, termasuk hal-hal yang tercantum dalam poin-poin berikut:

1. Biaya yang berkaitan langsung atau tidak langsung dengan kegiatan usaha.

Misalnya:

  • Biaya pembelian bahan
  • Biaya yang berkaitan dengan pekerjaan atau jasa seperti upah karyawan, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang
  • Bunga, sewa, dan royalti
  • Biaya perjalanan
  • Biaya pengolahan limbah
  • Asuransi premium
  • Biaya promosi dan penjualan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK)
  • Biaya administrasi
  • Pajak kecuali Pajak Penghasilan;

2. Penyusutan pengeluaran untuk memperoleh aset berwujud dan amortisasi pengeluaran untuk memperoleh hak dan biaya lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun.

3. Iuran dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

4. Kerugian atas penjualan atau pengalihan aset yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk memperoleh, menagih, dan memelihara pendapatan.

5. Kerugian selisih kurs

6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia

7. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan

8. Piutang yang tidak dapat ditagih dengan syarat telah dibebankan sebagai beban dalam laporan laba rugi komersial;

  • Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang tak tertagih kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP);
  • Dan perkara penagihannya sudah diserahkan ke Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara;
  • Atau ada perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/piutang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan;
  • Atau telah diterbitkan dalam suatu terbitan umum atau khusus; atau ada pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan sejumlah utang tertentu.
  • Ketentuan telah dipublikasikan dalam publikasi umum atau khusus;
  • Atau pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapusbukukan sejumlah utang tertentu, tidak berlaku bagi penghapusan piutang tak tertagih oleh debitur kecil yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan PMK.

9. Iuran untuk penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP).

10. Sumbangan yang diperuntukkan bagi penelitian dan pengembangan yang dilakukan di wilayah Indonesia dan syarat-syaratnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

11. Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang penggunaannya diatur dalam PP No.

12. Iuran fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan PP No.

13. Iuran untuk pembinaan olahraga yang ketentuannya juga diatur dengan PP No.

Apabila WP mengalami penghasilan bruto setelah dikurangi biaya-biaya tersebut (1 – 13) mengalami kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya sampai dengan 5 tahun.

Agar lebih mudah melakukan aktivitas perpajakan, gunakan aplikasi pajak on-line Klikpajak.id.

Karena Klikpajak.id memiliki fitur yang lengkap dan cara sederhana untuk melakukan berbagai aktivitas perpajakan, mulai dari menghitung, membayar, dan melaporkan pajak dalam satu platform.

Temukan berbagai fitur aplikasi pajak terlengkap hanya di Mekari Klikpajak di bawah ini:

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *